Selasa, 07 Agustus 2018

Jersey Keramat Segalanya

Artikel ini di buat ketika saya berada di salah satu daerah pulau Bali, Ubud salah satu daerah favorite di pulau Bali dengan udara yang masih sejuk, daerah yang masih sangat ramah lingkungan, daerah yang masih sangat bersih dan tentu masih sangat nyaman ketika untuk berlibur. Teramat disayangkan saya datang ke Ubud tidak memboyong BInar, Benjamin, dan juga istri karena saat ini saya sedang mejalankan tugas negara. Mungkin one day saya akan membawa mereka menikmati daerah Ubud yang sangat mempesona ini.

Mengapa jadi curhat begini ya, maklumkan saja karena sudah lama meninggalkan rumah, jadi selalu ingat mereka bertiga. Hehehe

Di artikel ini saya akan menceritakan apa yang telah terjadi tiga bulan lalu. Bagaimana saat saya harus terbaring lemas diatas tempat tidur rumah sakit, mungkin telah sama-sama kita ketahui bahwa tanggal 3 Mei seorang Andritany Ardhiyasa mengalami benturan hebat ketika pertandingan di stadion Pakansari Bogor, benturan hebat tersebut pada akhirnya membuat seorang Andritany harus dilarikan ke rumah sakit di daerah Sentul.

Pada saat pertandingan Unniversary PSSI Andritany berbenturan dengan pemain Uzbekistan ketika itu pertandingan baru saja berjalan 3’ menit, dimenit ke 6’ Andritany harus ditarik keluar dan lansung menuju rumah sakit, dari benturan tersebut darah yang tidak berhenti dari hidung bagian kanan, dan dari dalam mulut dan karena darah yng tidak berhenti membuat tim medis melarikan saya ke rumah sakit.

Setelah dilakukan ct scan, tidak lama kemudian datang dokter dari Persija yang biasa dipanggil
Dok Bro dia datang tidak seorang diri, bersama coach goal keeper Persija Fauz. Mungkin karena Jakarta Bogor tidak terlalu jauh, dan mereka menyadari bahwa benturan yang dialami Andritany sangat serius maka dari itu mereka langsung ingin memastika kondisi Andritany dengan datang ke rumah sakit. Dengan keputusan yang mengejutkan mereka langsung membawa saya ke Jakarta. Dok Bro berkata “ini keputusan dari Persija”.

Ketika masih di rumah sakit Sentul pak Gede dirktur Persija berkata kepada saya “kamu harus nurut dengan Dok Bro’’ mungkin karena beliau tahu seorang Andritany memiliki sifat yang ngenyel. Karena dia tahu itu lebih baik lagsung di katakan agar saya mengikuti saran dari Dok Bro.

Malam itu juga saya balik ke Jakarta dibawa oleh Dok Bro, dan juga coach Fauzi ke RS di bilagan Rasuna Said, sekitar 1.30 WIB pagi saya tiba di rumah sakit yang pertama saya mendapat penanganan ct scan 3D untuk melihat patahan tulang yang lebih jelas, setelah itu 2.30 WIB saya masuk kedalam kamar 909, pada pagi harinya sekitar 8.45 dokter Wati spesialis estetika visit kekamar untuk menjadwalkan operasi. Bersama Dok Bro, dan dokter Wati kami bertiga akhirnya memutuskan untuk segera mengeksekusinya, Sabtu 5 Mei 8.30 menjadi waktu yang tepat untuk eksekusi.

8.00 5 Mei seorang Andritany dibawa ke ruang OK untuk dieksekusi, 8.30 akhirnya dokter Wati mengeksekusi seorang Andritany. Saat tersadar seorang Andritany melihat jam dinding berada tepat di 13.30 memakan waktu 5 jam untuk menjalankan operasi tersebut, ternyata dokter Wati memasang 12 sekrup, 2 plat, dan 4 pen di wajah Andritany.

Selama dua Minggu lamanya seorang Andritany tidak bisa makan-makanan yang padat, Andritany hanya bisa makan bubur dan dengan lauk pauk yang harus di haluskan, sangat sengsara ketika melihat banyak makanan di kamar dari orang-orang yang datang untuk menjenguk. Dari hari ke hari hanya jus, susu, dan bubur yang bisa masuk ke dalam tubuh Andritany, hingga membuat berat badan Andritany turun hingga 6kg.

8 Mei akhirnya saya diizinkan meninggalkan 909, dengan syarat lima hari kedepan Andritany harus kembali untuk membuka jahitan. Lima hari berikutnya Andritany datang ke rumah sakit tersebut untuk memastika bahwa luka jahitan sudah bisa dibuka, ternyata baru hanya beberapa jahitan yang bisa dibuka, tiga hari setelah membuka jahitan pertama, Andritany harus kembali lagi ke rumah sakit tersebut untuk membuka jahitan yang kedua.

Setelah 4 hari dari membuka semua jahitan, akhirnya Andritany kembali kelapangan utuk memulai beradaptasi kemabali dengan lapangan, setiap setelah latihan pasca operasi wajah Andritany yang operasi selalu lebam, awalnya Andritany sangat kaget, pada akhirnya menanyakan hal tersebut ke Dok Bro, bahwa itu adalah hal biasa karena luka didalam belum kering dengan sempurna.

21 Juni 2018 Andritany melakukan pertandingan uji coba pertamanya ketika itu Persija vs Korea Selatan (U-23) di stadion PTIK Jakarta, ketika itu ada beberapa coach dari tim nasional menyaksikan pertandingan tersebut untuk memastikan bahwa Andritany sudah bisa bertanding, dari hasil terseut Persija kalah 0-3, tetapi penampilan Andritany tidak menunjukan seperti pemain yang baru saja kembali dari cidera.

26 Juni 2018 Andritany melakukan pertandingan resmi pertamanya ketika Persija menjamu Persebaya di PTIK, seperti sebelumnya Andritany menggunakan mask untuk melindungi cidera yang ada di wajahnya.

Saat Andritany cidera, ada sebagian orang di media sosial yang mengatakan bahwa Andritany meninggal, ada juga sebagian orang mencoba membesarkan hati Andritany, ada juga yang mengatakan untuk apa main di tim nasional lagi, jika bisa merugikan pemain dan klub, tetapi bagi saya ini sudah biasa. Di media sosial kita memang bebas untuk beropini apa saja, karena itu mengapa disebut media sosial, setiap orang bisa mencurahkan setiap opininya.

Andritany berterima kasih kepada orang-orang yang telah membesarkan hatinya, agar Andritany tetap kuat meghadipi cidera yang dialaminya terima kasih yang sebesar-besarnya dari seorang Andritany.

Dan Andritany juga berterima kasih kepada orang-orang yang telah medokannya meninggal, karena dari orang-orang yang medoakan Andritany seperti itu membuatnya cepat sembuh, dan kembali kelapangan, karena dia ingin membuktikan kepada mereka sebenarnya itu salah.

Di akhir kenapa Andritany mau kembali lagi ke tim nasional?

karena baginya prestasi tertinggi seorang atlet adalah membela negaranya, dan sudah menjadi sebuah kewajiban bagi warga yang baik untuk memngharumkan nama bangsa dan negara.

Jersey keramat itu adalah segalanya bagi seorang Andritany.

Andritany akan selalu ingin memberika yang terbaik untuk Ibu Pertiwi.

Tetap semangat, tetap satu untuk Indonesia.

Never give up and stay strong come back stronger

                                                  TAMAT….

Minggu, 17 Juni 2018

Pergi Bersamanya

Bumi bertanya kepada langit, apa yang akan kau berikan?

Langit menjawab.
Akan aku berikan matahari untuk menghangatkan di setiap harinya, dan malam akan aku berikan bulan, bintang untuk memperelok malam mu

Pantai bertanya kepada lautan, apa yang akan kau berikan?

Lautan menjawab.
Akan aku berikan ikan, karang, dan ombak walau akan terseret kembali kepada ku.

Gitar bertanya kepada dryer, apa yang akan kau berikan?

dryer menjawab.
Akan aku berikan senar untuk menciptakan suara, agar menjadi sebuah simfoni yang elok.

Kertas bertanya kepada pena, apa yang akan kau berikan?

Pena menjawab.
Akan aku berikan tinta hitam pekat, agar menjadi sebuh syair yang menyentuh hati

Jika kamu bertanya kepada aku, apa yang akan aku berikan untuk mu?

Aku menjawab.
Akan ku berikan cinta, sayang ku untuk mu, walau aku mengerti engkau akan pergi bersamanya


                   Jayapura-Jakarta
                        19-10-2017

Jumat, 08 Juni 2018

Rasa Yang Sama Dengan Wujud Yang Berbeda

Sebagai pesepak bola senjata yang paling utama adalah sepasang sepatu bola, tetapi berbeda dengan saya yang berposisi sebagai penjaga gawang, Bagi saya yang paling utama adalah selain sepatu bola yaitu glove (sarung tangan). Tidak berbeda dengan seorang prajurit ketika mereka berperang pasti seorang prajurit memilih senjata yang paling nyaman, dan yang paling dia paham cara penggunaannya, demikian dengan pesepak bola pada umumnya.

Saat pertama saya bermain sepak bola di SSB, saya dibelika sepatu berlogo petir. Ketika itu saya belum mengenal sebuah kenyamanan dalam menggunakan sepatu, yang saya tahu hanya lari, menendang menggunakan sepatu khusus sepak bola. Ketika dimana saya belum mengenal brand besar dalam sepak bola seperti NIke, Adidas, Puma, Umbro, Dll.

Seiring bertambahnya usia saya semakin mengerti tetang kenyamanan sebuah sepatu, di tahun 2012 saya kontrak dengan salah satu brand besar asal Amerika, sebelum saya sign kontrak dengan brand asal Amerika tersebut saya terbiasa menggunakan sepatu dari pabrikan Jerman, tetapi karena bicara tentang profesionalisme saya beradaptasi dengan brand asal Amerika tersebut.

Adaptasi saya tidak berlagsung lama, hanya sekitar tiga bulan saya bisa mendapat sebuah kenyamanan dengan sepatu pabrikan Amerika, tetapi sayangnya adalah setiap tiga bulan brand tersebut selalu mengeluarkan warna baru, atau model yang berbeda, sudah pasti ketika sudah mendapat sebuah kenyamanan saya harus beradaptasi ulang dengan sepatu yang baru.

Satu tahun berjalan kontrak dengan pabrikan Amerika saya sudah bisa mendapkan kenyamanan yang sangat luar biasa dengan sepatu yang mereka berikan setiap tiga bulan tersebut, tetapi ada kendala baru saat sudah mendpatkan feel dengan sepatu, dan juga glove. 2014 brand tersebut merubah bentuk, yang signifikan membuat saya harus beradptasi, kendala saya ketika itu terkadang sepatu yang saya gunakan sedikit tidak setabil di kaki, atau terlalu kecil dibagian depan, pada akhirnya saya harus melepas bagian alas yang ada di dalam agar membuat saya lebih nyaman menggunakannya.

Mungkin karena sepatu itu di disaign untuk mengikuti lekukan kaki para pemain terbaik di Eropa, dan yang belum tentu cocok juga bagi saya. Sepatu yang saya gunakan itu yang selalu di gunakan oleh legend dari Italy ya itu Pirlo.

Pada 2018 saya memutuskan pindah tipe sepatu, dari Tiempo, ke Magista. Di sepatu tersebut saya benar-benar merasakan sentuhan yang berbeda, sentuhan tersebut mengingatkan saya seperti pertama kali menggunakan sepatu pabrikan U.S (Uncle Sam) tersebut.

Sepanjang 2014-2017 semestinya pencarian saya sudah berakhir, karena saya sudah menemukan sebuah sentuhan yang sangat mirip seperti di tahun pertama kali saya berkerja sama dengan brand asal Paman Sam tersebut.

Bagi saya kenyamanan alas kaki untuk pertandingan yang utama, karena saya tidak mau cedera, atau salah mengambil sebuah keputusan dipertandingan karena kesalahan faktor memilih senjata.

Rasa yang sama telah saya temukan kembali walau dengan wujud yang berbeda!!



                                                                                                                                  Tamat....

Minggu, 15 April 2018

Terima kasih Atas Larangannya

26 Desember 1991, Cipedak Jagakarsa Jakarta Selatan tepat 02.30 pagi lahir bocah laki-laki dengan berat 3,5 kg, dan panjang 52cm bernama Andritany Ardhiyasa. Lahir dari seorang ibu bernama Neni Juliani, dan seorang bapak bernama Talih Ardhiyasa. Saya tumbuh dari keluarga kalangan menengah, bapak saya  pada awalnya seorang scurity bank, dan pensiun sebagai pegawai bank ibu saya seorang ibu rumah tangga. Kami tinggal di kampung yang bernama Cipedak, ketika itu jalan masuk ke rumah masih tanah merah, dan becek saat hujan turun. Hanya ada beberapa rumah saja di desa tersebut pada saat saya lahir, lampu 3 watt  menyinari setiap teras rumah yang ada.

Saat ada pertandingan tinju, atau sepak bola orang tua saya selalu pergi ke rumah tetangga yang memiliki televisi hitam putih, rumah tersebut milik pak Haji Yusup, kebetulan rumah beliau dekat dengan musholah tempat kami sekeluarga sholat. Tidak jarang ketika itu saya, bersama orang tua terutama bapak menonton pertandingan sepak bola atau tinju di rumah beliau.

Orang tua saya di karuniakan dua orang anak, pertama Indra Kahfi Ardhiyasa yang saat ini bermain untuk Bhayangkara Fc, dan yang kedua Andritany Ardhiyasa (saya sendiri). Kami berdua sering barmain bola bersama bahkan sampai garasi rumah dan dua kursi menjadi gawang ketika itu, dengan menggunakan bola tenis kami memainkannya hampir setiap sore, sampai adzan maghrib berkumandang.

Sejak umur 5 tahun saya selalu di belikan bola oleh ayah ketika beliau pulang kerja, bola apa saja yang beliau berika selalu saya mainkan memakai kedua kaki ini. Ketika bermain sore, tidak jarang saya bermain di depan halaman rumah bermain sepak bola bersama teman-teman dan disaat itu saya selalu menjadi penjaga gawang, walau terkadang saya meminta ganti menjadi sebagai penyerang.

Saat umur 7 tahun saya suka ikut kaka bermain sepak bola di lapangan bola volly tanah yang berada di tengah-tengah kebun seorang pedagang nasi uduk lapangan tersebut sering kami sebut San SIro karena banyak daerah saya fans dari Inter Milan, dan juga AC Milan. Di San Siro saya bermain bersama orang yang lebih dewasa dari umur saya, ketika ingin bermain saya selalu di larang menjadi penyerang, karena umur yang masih terbilang lebih muda dari yang lain, kenyataanya saat ini saya berterima kasih kepada orang-orang yang dahulu pernah melarang bermain menjadi seorang penyerang.

sejak umur 6 tahun saya sudah jatuh cinta dengan sepak bola, tidak jarang di ajak oleh bapak ke lapangan walau hanya untuk berlari-lari, atau menonton bapak, dan abang (Indra Kahfi) bermain dengan tim kampung tempat kami tinggal. Dari sana mulai saya belajar bagaimana cara menendang bola yang benar, dan mengontrol bola yang baik.

Pada kenyataannya saya bukan terlahir dari keluarga pesepak bola, tetapi saya dilahirkan di keluarga pencinta olah raga. Bapak, dan ibu saya bukan pure pencinta sepak bola, bahkan bapak dan ibu saya kenyataannya adalah pemain bola volly. Karena terlahir dari keluarga yang pencinta bola volly, saya  dan Indra Kahfi secara otodidak bisa bermain bola volly. Bahkan saat duduk di bangku SMA, Indra Kahfi pernah berada di persimpangan antara sepak bola, atau bolla volly.

Berbeda dengan abang, saya yang sejak 1998 sudah masuk di SSB tidak pernah sedikit saja ada niat keluar dari sepak bola. apa lagi di tambah support dari kedua orang tua yang hampir setiap latihan selalu mendapingi membuat saya lebih termotivasi saat berada di dalam lapangan. Bukan berarti abang tidak di support, orang tua kami sangat memperhatikan perkembangan, dan masa depan kedua anaknya, hingga sampai saat ini kedua orang tua kami masih andil untuk kami menjadi manusia yang lebih baik.

Ketika duduk di bangku sekolah dasar, saya pernah ada didalam persimpangan seperti Indra hanya bedanya adalah saya di persimpangan antara sepak bola, dengan pendidikan. Ketika SSB saya ada latihan setiap satu Minggu ada tiga kali, Selasa, Kamis, dan Minggu untuk hari Minggu tidak menjadi masalah yang besar karena hanya masalah agak sulit bagun tidur di Minggu pagi. Yang menjadi masalah besar adalah Selasa, dan Kamis sore di karanakan saat kelas 3 SD saya harus masuk sekolah siang.

Dengan adanya masalah tersebut saya berdiskusi dengan ibu, dan bapak untuk mencari jalan keluar agar saya dapat menjalankan latihan, dan sekolah. Pada akhirnya saya meminta pindah sekolah agar bisa menjalankan latihan di Selasa, dan Kamis sore. Sekolah saya pindah, pada akirnya tidak lagi berbenturan dengan jadwal latihan, ternyata diluar dugaan ketika menginjak kelas 5 SD terjadi renovasi sekolah yang membuat seluruh kelas harus menumpang di sekolah lain. Dan terjadilah masalah baru antara sekolah, dan sepak bola.

                                            Bersambung.

Senin, 09 April 2018

Rindu

 2006 di sebuah gedung yang kokoh namun sudah berumur. Mess diklat Ragunan mempertemukan saya dengan teman-teman dari seantero negri, bukan hanya dari cabang sepak bola, hampir seluruh cabang olahraga ada di diklat Ragunan. Semua atlet tinggal, dan juga sekolah di dalam kompleks GOR Ragunan, makanan, peralatan sekolah, bahkan sampai peralatan mandi kami mendapatkannya. Saya rasa siapapun yang akan menjadi atlet diklat Ragunan hanya butuh membawa underwear (celana dalam). Dari pengalaman pribadi saya disana ada beberapa atlet yang sering hunting underwear, maka dari itu janganlah kaget ketika segitiga bermuda sering sekali raib.

Di artikel ini saya tidak akan berbicara banyak tentang diklat Ragunan, saya akan menceritakan pertama kali pertemuan saya dengan seorang sahabat, saudara, abang, senior, panutan, atau biasa orang bilang saingan tetapi tidak bagi saya, orang ini adalah seperti apa yang saya sebutkan dari tulisan diatas kecuali “saingan’’.

2007 pertama kalinya saya bertemu dengan orang tersebut, dia pertama kali masuk di diklat Ragunan kelas 2 SMA memang saya terlebih dahulu terdaftar sebagai siswa di Ragunan, ketika itu saya terdaftar sebagai siswa kelas 3 SMP, saat saya naik ke kelas 1 SMA orang tersebut baru terdaftar sebagai siswa Ragunan. Pertama kali ia datang, bergabung dikamar saya.

Pada akhirnya siswa baru tersebut menjadi teman baik saya, banyak waktu yang kami leawatkan bersama dari makan, sekolah, latihan, sampai bolos sekolah untuk main play station di rental kami melakukan bersama. Kami juga sering saling tukar pinjam seperti sepatu bola, sepatu sekolah, belt, tentu tidak dengan underwear. hahaha.

2008 dia memutuskan meninggalkan Ibu Kota setelah melaksanakan UN, daerah di Jawa Timur tempat dia berlabu, tidak lama memulai kerier sebagai pesepak bola profesional dia mendapatkan juara sekaligus sebagai pemain terbaik, pencapaian yang layak dia dapat ketika itu jika kita melihat dari sebuah kerja kerasnya di diklat. Dia orang yang tidak pernah mengenal rasa lelah, dia tidak pernah mengenal menyerah, dia selalu ingin memberika yang terbaik, dia tidak pernah mendengarkan cacian dari seporter, tidak berlebihan jika saya mengatakan dia pantas menjadi seorang nomer satu.

Banyak saat ini orang bertanya kepada saya ‘’sakit apa teman kamu itu?”, saya selalu menjawab “saya pribadi belum tahu pasti penyakit apa yang ia derita, yang pasti saya selalu berdoa apapun sakit yang ia derita cepat diangkat Allah SWT, dan pulih seperti sedia kala.

Tidak hanya satu, atau dua orang yang bertanya kepada saya, mungkin sudah belasan atau bahkan puluhan. Dari semua orang yang bertanya kepada saya, ada beberap yang hanya ingin tahu sakit apa yang ia derita, tetapi tidak sedikit juga orang yang sudah mulai rindu dengan sahabat saya, dan saya rasa seluruh pencinta sepak bola berharap ia bisa kembali lagi merumput bersama klub, dan juga tim Nasional.

Apapun penyakit yang lo terima saat ini gue yakin lo bisa mengalahkannya, gue yakin lo tidak akan pernah menyerah,  gue yakin lo pasti akan bisa kembali.

Saya akan terus menunggu disaat kita bisa berdiri bersama berjarak 110 meter.

Di akhir artikel ini saya titipkan salam rindu dari kami semua yang telah merindukan mu berseragam Garuda di dada.

Lekas pulih, dan lekas kembali.


                                                         TAMAT....

Kamis, 21 Desember 2017

Ibu

 Tiga hari setelah Persija melaksanakan latihan perdana untuk mempersiapkan tim mengarungi liga di tahun 2018, di tiga hari ini intensitas latihan sedikit tinggi karena memang seperti biasanya pada saat awal pembentukan tim selalu yang di mulai dari kondisi fisik dari para pemain. Jadi saya sudah tidak kaget dengan program seperti ini.

Di artikel ini saya tidak akan membahas latihan di dalam tim, mari kita ikuti saja artikel ini yang akan mengalir. Saat ini tanggal 20 Desember 2017, tidak seperti biasanya 19.00 saya sudah bisa bertemu buah hati yang bernama BInar Jiwa Ardhiyasa, tidak seperti hari-hari sebelumnya saya biasa tiba di rumah 20.00, bahkan sampai 21.30. Di hari ini sebuah keberuntungan bagi saya, bisa tiba di rumah lebih awal.

Di rumah bukan hanya BInar yang selalu menunggu kehadiran saya, ada istri tercinta Citra Destie Arlinda Sari yang selalu menunggu kehadiran pangerannya pulang setelah berjuang mencari nafkah. Ketika sesampai di depan gerbang rumah setelah berjuang, selalu ada dua bidadari cantik dengan senyuman manisnya yang selalu menunggu kehadiran sang pangeran. Senyuman itu yang selalu membuat saya bisa melupakan rasa lelah setelah seharian berjuang demi mereka, terima kasih dua bidadari cantik.

Citra selalu mengantarkan saya ke pintu gerbang saat saya akan pergi mencari nafkah, dan dia selalu menyambut kehadiran saya ketika saya datang. Hal kecil itu yang selalu membuat saya termotivasi untuk berjuang memberikan yang terbaik untuk keluarga kecil ini. Saat ini dia sedang mengandung anak kedua kami yang sudah berusia 5 bulan, begitu gigihnya merawat Binar yang masih berusia 2 tahun 7 bulan bisa dibayangkan anak seusia Binar sedang aktifnya, dan saat ini dia mengandung anak kami yang sudah berusia 5 bulan, sungguh hebatnya bagi saya perjuangan seorang ibu.
Jauh sebelum hadirnya seorang Citra di dalam kehidupan seorang Andritany, ada seorang perempuan hebat yang telah mengandung, melahirkan, dan juga membesarkan saya. Orang itu bernama Neni Juliani, itulah orang yang telah mengandung saya selama 9 bulan lamanya, dan juga membesarkan saya sampai seperti ini.

Ketika saya mengingat perjalanan ketika dahulu sampai saat ini selalu ingin meneteskan air mata, begitu sabar, dan juga gigihnya seorang ibu yang selalu menunggu anaknya saat sekolah, dan seteah itu mengantar anaknya latihan sampai malam tiba. Terkadang hujan deras menjadi penghalang kami ketika ingin berangkat latihan, atau setelah latihan. Tetapi dengan penuh semangat kami tidak pernah berhenti untuk berlatih. Bukan hanya latihan, ketika malam tiba dia selalu mengajarkan saya pelajaran yang ada di sekolah, bisa dibayangkan begitu hebatnya peran seorang ibu.

Mungkin tepat sekali ketika di agama saya yang selalu mengatakan ibu, ibu, ibu, baru ayah. karena memang lebih besar peran seorang ibu untuk kesuksesan anaknya, walaupun tidak harus kita kesampingkan peran seorang ayah yang sebagai pencari nafkah. Karena bagaimanapun seorang ibu, tetap surga selalu ada di telapak kakinya, bukan berarti kita tidak harus hormat kepada ayah, karena kunci sukses dari seorang anak yaitu dari kedua orang tua terutama ibu, yang telah mengandung, melahirkan, membesarkan, dan juga mengenalkan kita dengan dunia tanpa mengenal kata pamrih.

Kita harus selalu ingat, dari rahim seorang ibu akan lahir calon seorang ibu.

‘’Selamat hari Ibu, terima kasih engkau telah melahirkan kami kedunia yang elok ini’’



TAMAT....

Sabtu, 04 November 2017

El Clasico

Citylink akan menerbangkan kami kembali ke Ibu Kota setelah melaksanakan pertandingan yang sangat menguras tenaga, emosi, dan pikiran. Pertandingan yang bertajuk El Clasico Indonesia memang selalu ada drama yang sangat menarik untuk menjadi sebuah artikel.

Pada awalnya saya sebagai pemain sedikit kecewa, mengapa pertandingan ini harus terusir ratusan kilo meter dari kota Jakarta, tetapi saya sebagai pemain tetap harus bermain meskipun harus terusir ribuan kilo meter.

Sebelum terusir ke kota Surakarta, Persija ada rencana menjamu Persib di SUGBK, ternyata tidak mendapatkan izin dari pihak SUGBK. Selain itu ada obsi Persija semestinya bisa menjamu Persib di stadion Patriot Bekasi, karena pada esensinya setadion tersebut menjadi kandang Persija dari awal liga, tetapi yang terjadi semua di luar yang sudah di rencanakan, kami harus terusir ke kota Surakarta.

Dengan kejadian tersebut memang membuat beberapa pemain, dan supporter kecewa tetapi ini bukan kejadian yang pertama ketika melawan Persib harus bermain di luar JABODETABEK karena alasan keamanan.

Sebagai pemain pada esensinya saya siap bermain dimana saja, tetapi alangkah bagusnya kita bisa bermain di kandang sendiri, dan bisa di support oleh puluhan ribu supporter.

Kita lupakan tentang venue pertandingan, saat ini saya ingin mengajak pembaca untuk berfikir positif tentang apa yang terjadi di dalam lapangan.

Setelah pertandingan seperti biasa saya membuka account media sosial instagram, dan twitter. Saya terkejut ketika banyak comment yang saya terima ketika itu, dan comment seperti biasa pro, dan kontra. Ketika itu saya hanya tersenyum membaca comment yang ada, karena saya pribadi tidak merasa apa yang mereka tuduh kepada diri saya, dan seorang Bepe.

“Sampai saat ini saya, dan Bepe tidak berkata bahwa bola itu tidak goal. Bola itu mutlak goal”, dan semestinya papan skor di stadion Manahan membuat Persib unggul. Tetapi wasit menyatakan bahwa bola belum melewati garis, dan bagaimana reaksi kami ketika itu?.

Ketika saya melihat replay, semua pemain Persija menunjukan gestur tubuh lemas, tetapi wasit tidak meniup peluit menyatakan bola goal. Dan setelah itu, pada saat pemain Persib mempertanyakan keputusan wasit, apa ada satu pemain dari Persija membantah bahwa bola tersebut tidak goal, Ezechiel N'Douasselasing saat itu bertanya kepada saya, “goal keeper ball it’s goal?” Saya menjawab “goal, but referee have decision”. Apa yang saya katakan jujur kepada pemain tersebut.

Banyak comment di media sosial saya, mengapa anda tidak menyatakan bola itu goal kepada wasit?. Saya rasa semua keeper di dunia akan bereaksi sama seperti saya, mari kita berbicara, dan saya ingin membawa para pembaca mengingat kejadian piala dunia 2010 Afrika Selatan, ketika England melawan Jerman, apa yang di lakukan Manuel Neuer? Ketika itu tendangan Frank Lampard sudah melewati garis.

Jadi misalkan semua pemain harus jujur, ketika membuat pelanggaran, handsball, offside, dan semua pemain bisa menyatakan jujur di dalam pertandingan, menurut saya sepak bola sudah tidak butuh lagi orang seperti Pierluigi Collina, karena semua pemain sudah jujur, dan paham dengan peraturan.

Saya pribadi tidak puas dengan pertandingan tersebut, memang Persija menang, apa ada raut wajah gembira dari wajah saya. Yang membuat saya tidak puas, mengapa pertandingan tidak dilaksanakan sampai selesai.

Ketika itu setelah wasit meniup pluit panjang saya langsung menghampiri Ahmad Jufrianto, dan saya berkata “Jupe, pada akhirnya kalian rugi sendiri”, Jupriyanto hanya mengatakan “kita baru akan main lagi, kita sedang mengatur formarsi”. Itu yang di katakan Jupe kepada saya.

Tetapi menurut saya apapun alasannya jangan sampai kita berhenti dari pertandingan, mungkin jika pada saat itu wasit dari Indonesia, pasti akan merayu agar Persib bermain lagi. Tetapi wasit asing tidak demikian, karena mereka akan mengambil keputusan yang menurut mereka itu benar. Dan saya rasa atas kejadian ini menjadi sebuah pelajaran bagi siapapun agar sepak bola kita menjadi lebih baik.

Tetap bersatu, bendera kita masih Indonesia, sepak bola pemersatu Bangsa, rivalitas 90 menit.

                                                           Tamat....