Jumat, 27 November 2015

8angkit 7uara Persija

Malang, di suatu pagi buta, saat arlogi saya menunjukan pukul 1.57 WIB. Mungkin ini bukan waktu yang pantas untuk saya masi menulis artikel ini, karena menyadari saya seorang atlet yang masi aktif bermain.

Bertepatan hari ini tanggal 28 November 2015 akan di gelar pertandingan Arema vs Persija, pertandingan tersebut lanjutan dari babak penyisihan turnamen Piala Jendral Sudirman.

Memang kedua tim telah memastikan diri lolos ke babak delapan besar, setelah keduanya sama-sama belum pernah terkalahkan. Arema yang bertindak sebagai tuan rumah di PJS (Piala Jenderal Sudirman) berhasil mengumpulkan poin 9 dari tiga pertandingan.

Sementara Persija dengan sekuad mayoritas pemain-pemain barunya, berhasil mengumpulkan poin 6 dari dua pertandingan.

Arema sendiri mendapatkan poin 9 dari lawan-lawan sebagai berikut:
Vs Gersik United : 4-1
Vs PBR                 : 4-2
Vs Sriwijaya Fc   : 2-0

Dan ini hasil dari dua pertandingan Persija sebelum menghadapi Arema:
Vs PBR                 : 2-0
Vs Sriwijaya Fc    : 1-0
Dari dua pertandingan tersebut Persija belum menghadapi Gersik United dan Arema. Secara peraturan yang di gunakan PJS adalah dengan head to head, jadi faktanya bahwa Persija menang head to head dengan PBR dan Sriwijaya fc.

Pertandingan melawan Arema memang tidak terlalu menjadi beban untuk anak-anak Macan Kemayoran, karena Macan Kemayoran sudah di pastikan lolos ke babak delapan besar. Tetapi ini sebuah partai yang besar, dan gengsi. Partai ini juga selalu di tunggu oleh para pencinta sebak bola nasional karena kedua tim mempunyai rivalitas.

Selain itu, sama-sama kita tahu bahwa tanggal 28 November adalah hari dimana tim Ibu Kota di dirikan, paling tidak Macan Kemayoran tidak ingin memberi sebuah cerita yang pahit di hari ulang tahunnya.

Hari ini ulang tahun Persija yang ke-87, Macan Kemayoran sudah memberikan kado untuk The Jak Mania dari tiga hari yang lalu. Kado yang di berikan adalah kemenangan atas Sriwijaya fc dan sekaligus memastikan diri lolos ke babak delapan besar.

Tetapi saya tahu, kado itu tidak cukup untuk The Jak Mania, dan saya pun merasa demikian. Saya merasakan bahwa ini belumlah cukup di jadikan sebuah kado yang sepesial untuk kalian.

Dan saat ini kami sedang menyiapkan kado yang sepesial untuk kalian, kami juga berusaha sampai batas akhir kemampuan kami untuk memberikan sebuah kado yang sepesial untuk seporter yang setia dengan kami.

Tapi kami tau dari sebuah usaha pasti akan ada sebuah badai yang besar, kami selalu berusaha untuk bisa melewati badai tersebut. Seperti orang pintar bilang "Seorang nahkoda yang pandai berlayar, bukan terlahir dari lautan yang tenang. Nahkoda pandai terlahir di atas lautan dengan badai yang besar".

87 tahun bukan waktu yang sebentar untuk sebuah klub, dengan panjangnya sejarah Persija dan segudang prestasinya. Banyak pemain telah di besarkan namanya, seperti Sucipto Suntoro, Sinyo Aliandoe,Yudi Hadiyanto, Surya Lesmana, Anjas Asmara, dan yang diera saat ini ada Ismed Sofyan dan juga Bambang Pamungkas. Itu hanya beberapa nama yang bisa saya sebutkan, masi banyak legenda Persija yang lain.

Prestasi yang engkau punya saat ini masi sangat sulit di lewati klub-klub lain di tanah air. Dengan 10 gelar juara liga dan salah satu tim yang tidak pernah turun kasta (Degradasi).

Dan sampai terakhir saya menulis artikel ini, saya sangat bangga pernah menjadi bagian tim ini. Karena semua ini adalah sebuah mimpi dari saya.

Selamat ulang tahun Persija Ku, dewasa bukan pilihan, tetapi sebuah keharusan.

#8angkit
#7uara

Selesai....

Minggu, 08 November 2015

Antara Asap di Jakarta dan Sepak Bola Indonesia

Sebuah pagi jelang bulan lalu berakhir, saya seperti biasa melakukan ”ritual” yang hampir tidak pernah terlewatkan. Saya membuat secangkir teh panas dengan sedikit gula plus ditemani semangkok bubur kacang hijau.

Terkadang menu makannya berganti, tetapi teh panas dengan sedikit gula selalu menemani pagi saya. Apa pun sarapannya, minumnya tetap teh panas dengan sedikit gula. Hehehe

Pagi itu, saat sedang menjalankan ”ritual” tersebut, saya melihat berita di salah satu stasiun televisi, tentang asap yang mulai menyerang Ibu Kota Jakarta. Saya agak terkejut dengan pemberitaan tersebut. Karena pada awalnya saya berpikir asap yang sedang melanda Kepulauan Riau, Sumatera, dan Kalimantan tidak akan menyerang Ibu Kota.

Memang asap yang menyelimuti Ibu Kota masih dalam level tidak berbahaya atau tipis, jauh jika dibandingkan dengan Sumatera, Kalimantan, dan Kepulauan Riau. Apalagi di tiga wilayah itu, banyak jatuh korban akibat terserang penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) atau gangguan pernapasan.

Sejauh ini korban jiwa  tercatat ada ribuan dan yang meninggal mencapai puluhan, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan balita. Selain itu, aktifitas di kota yang terselimuti asap menjadi lumpuh total. Salah siapa ini semua?

Bukankah seharusnya anak-anak kita bisa menikmati udara yang layak untuk dihirup? Bukankah generasi-generasi penerus bangsa ini semestinya bisa mengejar cita-citanya tanpa ada asap seperti sekarang?

Seharusnya, pemerintah mencari siapa dalang dari ”pewayangan” asap ini. Pemerintah harus cepat mencari solusi agar asap yang menyelimuti bangsa ini cepat hilang. Saya secara pribadi juga tidak pernah membayangkan bila asap di Ibu Kota semakin parah.

Roda pemerintahan dan perekonomian Bangsa Indonesia pasti semua akan lumpuh total. Bangsa ini akan merugi miliaran bahkan bisa sampai triliunan rupiah. Maka dari itu, sebelum semua semakin bertambah parah, coba kita cari jalan keluar untuk bencana ini agar tidak semakin meluas.

Tulisan saya di atas, potret yang hampir sama dengan sepak bola bangsa ini. Sepak bola kita seakan seperti Kepulauan Riau, Sumatera, atau Kalimantan. Awalnya, sepak bola kita seperti asap di Ibu Kota, tidak tebal dan masih dalam level tidak berbahaya.

Dampak tidak pernah di cari titik pusat masalahnya, akhirnya asap semakin naik levelnya. Yang seharusnya ada pada level sehat, tetapi saat ini level ”asap” di sepak bola kita menjadi sangat berbahaya.

Saat ini sudah banyak menjadi korban dari asap sepak bola kita, yang level ”asapnya” sudah sangat berbahaya. Sayang, semua ”dalang” masih sama-sama belum mengakhiri tragedy pewayangan ini. Semua masih sangat merasa menjadi Gatotkaca alias masih kuat. Semua seperti tidak merasakan ”asap” yang mereka hirup, seakan mereka mempunyai obat yang benar-benar paling mujarab untuk mengobati penyakit ISPA yang mengancamnya.

Mungkin, penyakit ISPA masih bisa kita cari obatnya. Tapi, nyawa manusia, apa ada yang menjual di toko obat Tiongkok?

Korban ”asap” sepak bola bangsa ini memang belum sebanyak korban asap di Riau, Sumatera, dan Kalimantan. Tetapi, apa kita harus menunggu banyak korban berjatuhan, baru kita akan mencari jalan keluar?

Saya pribadi berharap sudah cukup korban ”asap” di Riau, Sumatera, Kalimantan, dan sepak bola bangsa ini. Maka dari itu mari kita lawan ”asap” dan cari dalang dari semua ini. Mari sama-sama kita selesaikan cerita pewayangan ini demi Tanah Air yang lebih baik.