Kamis, 21 Desember 2017

Ibu

 Tiga hari setelah Persija melaksanakan latihan perdana untuk mempersiapkan tim mengarungi liga di tahun 2018, di tiga hari ini intensitas latihan sedikit tinggi karena memang seperti biasanya pada saat awal pembentukan tim selalu yang di mulai dari kondisi fisik dari para pemain. Jadi saya sudah tidak kaget dengan program seperti ini.

Di artikel ini saya tidak akan membahas latihan di dalam tim, mari kita ikuti saja artikel ini yang akan mengalir. Saat ini tanggal 20 Desember 2017, tidak seperti biasanya 19.00 saya sudah bisa bertemu buah hati yang bernama BInar Jiwa Ardhiyasa, tidak seperti hari-hari sebelumnya saya biasa tiba di rumah 20.00, bahkan sampai 21.30. Di hari ini sebuah keberuntungan bagi saya, bisa tiba di rumah lebih awal.

Di rumah bukan hanya BInar yang selalu menunggu kehadiran saya, ada istri tercinta Citra Destie Arlinda Sari yang selalu menunggu kehadiran pangerannya pulang setelah berjuang mencari nafkah. Ketika sesampai di depan gerbang rumah setelah berjuang, selalu ada dua bidadari cantik dengan senyuman manisnya yang selalu menunggu kehadiran sang pangeran. Senyuman itu yang selalu membuat saya bisa melupakan rasa lelah setelah seharian berjuang demi mereka, terima kasih dua bidadari cantik.

Citra selalu mengantarkan saya ke pintu gerbang saat saya akan pergi mencari nafkah, dan dia selalu menyambut kehadiran saya ketika saya datang. Hal kecil itu yang selalu membuat saya termotivasi untuk berjuang memberikan yang terbaik untuk keluarga kecil ini. Saat ini dia sedang mengandung anak kedua kami yang sudah berusia 5 bulan, begitu gigihnya merawat Binar yang masih berusia 2 tahun 7 bulan bisa dibayangkan anak seusia Binar sedang aktifnya, dan saat ini dia mengandung anak kami yang sudah berusia 5 bulan, sungguh hebatnya bagi saya perjuangan seorang ibu.
Jauh sebelum hadirnya seorang Citra di dalam kehidupan seorang Andritany, ada seorang perempuan hebat yang telah mengandung, melahirkan, dan juga membesarkan saya. Orang itu bernama Neni Juliani, itulah orang yang telah mengandung saya selama 9 bulan lamanya, dan juga membesarkan saya sampai seperti ini.

Ketika saya mengingat perjalanan ketika dahulu sampai saat ini selalu ingin meneteskan air mata, begitu sabar, dan juga gigihnya seorang ibu yang selalu menunggu anaknya saat sekolah, dan seteah itu mengantar anaknya latihan sampai malam tiba. Terkadang hujan deras menjadi penghalang kami ketika ingin berangkat latihan, atau setelah latihan. Tetapi dengan penuh semangat kami tidak pernah berhenti untuk berlatih. Bukan hanya latihan, ketika malam tiba dia selalu mengajarkan saya pelajaran yang ada di sekolah, bisa dibayangkan begitu hebatnya peran seorang ibu.

Mungkin tepat sekali ketika di agama saya yang selalu mengatakan ibu, ibu, ibu, baru ayah. karena memang lebih besar peran seorang ibu untuk kesuksesan anaknya, walaupun tidak harus kita kesampingkan peran seorang ayah yang sebagai pencari nafkah. Karena bagaimanapun seorang ibu, tetap surga selalu ada di telapak kakinya, bukan berarti kita tidak harus hormat kepada ayah, karena kunci sukses dari seorang anak yaitu dari kedua orang tua terutama ibu, yang telah mengandung, melahirkan, membesarkan, dan juga mengenalkan kita dengan dunia tanpa mengenal kata pamrih.

Kita harus selalu ingat, dari rahim seorang ibu akan lahir calon seorang ibu.

‘’Selamat hari Ibu, terima kasih engkau telah melahirkan kami kedunia yang elok ini’’



TAMAT....

Sabtu, 04 November 2017

El Clasico

Citylink akan menerbangkan kami kembali ke Ibu Kota setelah melaksanakan pertandingan yang sangat menguras tenaga, emosi, dan pikiran. Pertandingan yang bertajuk El Clasico Indonesia memang selalu ada drama yang sangat menarik untuk menjadi sebuah artikel.

Pada awalnya saya sebagai pemain sedikit kecewa, mengapa pertandingan ini harus terusir ratusan kilo meter dari kota Jakarta, tetapi saya sebagai pemain tetap harus bermain meskipun harus terusir ribuan kilo meter.

Sebelum terusir ke kota Surakarta, Persija ada rencana menjamu Persib di SUGBK, ternyata tidak mendapatkan izin dari pihak SUGBK. Selain itu ada obsi Persija semestinya bisa menjamu Persib di stadion Patriot Bekasi, karena pada esensinya setadion tersebut menjadi kandang Persija dari awal liga, tetapi yang terjadi semua di luar yang sudah di rencanakan, kami harus terusir ke kota Surakarta.

Dengan kejadian tersebut memang membuat beberapa pemain, dan supporter kecewa tetapi ini bukan kejadian yang pertama ketika melawan Persib harus bermain di luar JABODETABEK karena alasan keamanan.

Sebagai pemain pada esensinya saya siap bermain dimana saja, tetapi alangkah bagusnya kita bisa bermain di kandang sendiri, dan bisa di support oleh puluhan ribu supporter.

Kita lupakan tentang venue pertandingan, saat ini saya ingin mengajak pembaca untuk berfikir positif tentang apa yang terjadi di dalam lapangan.

Setelah pertandingan seperti biasa saya membuka account media sosial instagram, dan twitter. Saya terkejut ketika banyak comment yang saya terima ketika itu, dan comment seperti biasa pro, dan kontra. Ketika itu saya hanya tersenyum membaca comment yang ada, karena saya pribadi tidak merasa apa yang mereka tuduh kepada diri saya, dan seorang Bepe.

“Sampai saat ini saya, dan Bepe tidak berkata bahwa bola itu tidak goal. Bola itu mutlak goal”, dan semestinya papan skor di stadion Manahan membuat Persib unggul. Tetapi wasit menyatakan bahwa bola belum melewati garis, dan bagaimana reaksi kami ketika itu?.

Ketika saya melihat replay, semua pemain Persija menunjukan gestur tubuh lemas, tetapi wasit tidak meniup peluit menyatakan bola goal. Dan setelah itu, pada saat pemain Persib mempertanyakan keputusan wasit, apa ada satu pemain dari Persija membantah bahwa bola tersebut tidak goal, Ezechiel N'Douasselasing saat itu bertanya kepada saya, “goal keeper ball it’s goal?” Saya menjawab “goal, but referee have decision”. Apa yang saya katakan jujur kepada pemain tersebut.

Banyak comment di media sosial saya, mengapa anda tidak menyatakan bola itu goal kepada wasit?. Saya rasa semua keeper di dunia akan bereaksi sama seperti saya, mari kita berbicara, dan saya ingin membawa para pembaca mengingat kejadian piala dunia 2010 Afrika Selatan, ketika England melawan Jerman, apa yang di lakukan Manuel Neuer? Ketika itu tendangan Frank Lampard sudah melewati garis.

Jadi misalkan semua pemain harus jujur, ketika membuat pelanggaran, handsball, offside, dan semua pemain bisa menyatakan jujur di dalam pertandingan, menurut saya sepak bola sudah tidak butuh lagi orang seperti Pierluigi Collina, karena semua pemain sudah jujur, dan paham dengan peraturan.

Saya pribadi tidak puas dengan pertandingan tersebut, memang Persija menang, apa ada raut wajah gembira dari wajah saya. Yang membuat saya tidak puas, mengapa pertandingan tidak dilaksanakan sampai selesai.

Ketika itu setelah wasit meniup pluit panjang saya langsung menghampiri Ahmad Jufrianto, dan saya berkata “Jupe, pada akhirnya kalian rugi sendiri”, Jupriyanto hanya mengatakan “kita baru akan main lagi, kita sedang mengatur formarsi”. Itu yang di katakan Jupe kepada saya.

Tetapi menurut saya apapun alasannya jangan sampai kita berhenti dari pertandingan, mungkin jika pada saat itu wasit dari Indonesia, pasti akan merayu agar Persib bermain lagi. Tetapi wasit asing tidak demikian, karena mereka akan mengambil keputusan yang menurut mereka itu benar. Dan saya rasa atas kejadian ini menjadi sebuah pelajaran bagi siapapun agar sepak bola kita menjadi lebih baik.

Tetap bersatu, bendera kita masih Indonesia, sepak bola pemersatu Bangsa, rivalitas 90 menit.

                                                           Tamat....

Kamis, 24 Agustus 2017

Memadamkan Gelora Bandung Lautan Api

Di Jum'at pagi yang cerah, saya memacu roda empat menuju bilangan Halim Perdana Kusuma, tempat yang saya tuju di pagi itu adalah mess pemain Persija Jakarta. Pagi itu tim Persija ada sechedule ke Bandung untuk melakoni pertandingan away liga 1. Lawan yang akan di hadapi pada Sabtu 22 Juli 2017 adalah Persib Bandung, yang esensinya adalah rival dari Persija.

08.00 WIB bus yang di tumpangi tim Macan Kemayoran bergerak menuju tanah Pasundan. 12.00 WIB tim Persija tiba di salah satu hotel di daerah Pasteur Bandung, perjalanan yang memakan waktu lebih kurang 4 jam.

16.30 WIB Persija melakukan latihan ringan di halaman hotel tempat tim tinggal. Yang pada semestinya tim Macan Kemayon mendapatkan jatah untuk uji coba lapangan, atau official training di Glora Bandung Lautan Api tetapi tim Persija tidak ingin mengambil resiko yang akan berdampak merugikan tim, apa lagi pemain.

Situasi di dunia maya sudah mulai panas ketika itu, memang tidak bisa kita pungkiri bahwa pertandingan antara Persib vs Persija yang menyita emosi bagi para supporter kedua tim, atau bahkan para pencinta sepak bola, karna pertandingan kedua tim ini selalu dinanti-nanti publik Indonesia, publik hanya ingin melihat drama apa  yang akan terjadi di dalam Pertandingan.

Sore itu setelah latihan ringan, kondisi badan saya mulai sedikit drop. Pada akhirnya saya meminta obat untuk menjaga agar kondisi badan saya tetap stabil. 19.37 setelah acara makan malam bersama tim, saya langsung menuju kamar, tarik selimut, dan lekas menuju mimpi. Tidak lama berselang setelah saya menarik selimut, tidak di sangka teman sekamar saya melakukan hal yang sama, demam, dan flu menyerang seorang Ramdani Lestaluhu. Bisa dikatakan kami berdua terserang flu yang berat ketika itu.

Mentari di Sabtu pagi sudah mulai tinggi, saya terbangun dari mimpi, mimpi yang menjadi bunga tidur  saat itu, Persija takluk 2-0 di GBLA tersentak saya bangun dari mimpi yang buruk di pagi itu. Setelah bangun dengan keadaan sedikit panik, saya menuju kamar mandi untuk menyadarkan diri sepenuhnya. Setelah sadar sepenuhnya, saya bergegas keluar dari kamar menuju restoran dengan perut yang sudah lapar, pagi itu saya melahap dua croissant, dan secangkir kopi. 30 menit lamanya  saya menikmati menu sarapa di hotel Topaz, setelah itu saya mencari sinar matahari untuk sekedar menghangatkan tubuh yang dingin, karena sejuknya kota Bandung.

Setelah beberapa menit menikmati hangatnya mentari kota Bandung, saya kembali ke kamar, dan menemui rekan sekamar yang akan pergi ke restoran untuk menyantap menu sarapan yang ada. Blanket saya tarik kembali untuk menutupi tubuh saya yang masi merasakan dinginnya kota Bandung, flu dan demam yang masih saya derita di pagi itu. Obat yang di beri oleh dokter tim selalu tidak pernah telat saya minum, air mineral sudah habis sebanyak 2 botol yang berukuran 1,5 liter hanyak untuk satu malam. Tetapi flu, dan demam masih hinggap di tubuh saya.

Pada hari itu pertandingan berlangsung malam hari, sekitar 8 jam sebelum kickoff tubuh saya masih dalam kondisi 50%, dan bila coach bertanya pagi itu, saya akan mengatakan tidak siap untuk bertanding, mengapa?. Karena saya tidak ingin merugikan diri sendiri, dan juga teman-teman apalagi tim.

Pagi itu saya mencoba tidur, tetapi mata ini tidak bisa terlelap dengan mudah. Banyak hal yang pada akhirnya saya kerjakan agar mata ini bisa tertutup pulas. Sampai pada akhirnya mata ini terlelap dengan sendirinya. Sekitar 1 jam 30 menit saya tertidur tiba-tiba alaram yang saya set untuk makan siang berdiring pada pukul 12.20 di karenakan harus makan siang bersama dengan tim pada pukul 12.30, saya bergegas mengganti menggunakan seragam kebesaran. Makan siang selesai, dan saya kembali ke kamar. Terlihat pada sesi makan siang suasana tim sangat hangat, dan saya melihat terkadang ada sedikit candaan dari para pemain senior untuk mencairkan suasan.

Setelah makan siang saya kembali ke kamar, dan saya harus meminum obat yang di beri oleh dokter, agar keadaan semakain membaik. Tidak lama setelah obat saya minum, dan suasana diluar kamar hujan yang begitu deras membuat mata ini mudak terpejam. Tidak pernah lupa saya selalu mesetting alaram untuk persiapan meeting sebelum pertandingan, 14.45 alaram saya berdering dikarenakan 15.45 saya dan tim briffing sebelum pertandingan. Dengan kondisi tubuh yang mulai membaik tetapi tidak dengan 100% fit saya berani mengambil keputusan untuk bertanding.

Adrenaline yang begitu tinggi memberanikan saya untuk mengambil sebuah resiko besar saat itu. Dan saya sadar betul, ketika saya ambil keputusan itu, saya sedang mewakili sebagian besar masyarakat kota Jakarta, dan yang lebih spesifik adalah The Jakmania.

16.30 tim menuju GBLA dengan cuaca hujan, kita menggunakan barracuda agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Sesampai di sekitar GBLA cuaca agak sedikit mendung, dan sepertinya akan turun hujan sama halnya dengan cuaca di hotel tempat kami tinggal. Ketika itu ribuan Viking atau Bobotoh sudah memadati area GBLA, bagusnya pada hari itu tidak ada satu pun dari suporter Persib Bandung yang menyentuh atau melempar kendaraan barracuda yang kami tumpangi. Saya pribadi tidak menyangka, 16.50 kami telah mendarat mulus di GBLA suasana di stadion sudah full, saya  rasa tidak ada lagi kursi yang tersisa.

Dua jam sebelum kickoff suasana ruang sakral tim begitu hangat, canda, tawa menujukan bahwa suasa tim dalam keadaan harmonis. Tidak ada satu pun pemain yang terlihat tertekan secara mental ketika itu, dan ada beberapa pemain bercerita tentang bagaimana untuk pertama kalinya menumpangi kendaraan barracuda, yang notabene adalah kendaraan untuk menangani teroris, atau alat untuk pengusiran masa.

17.50 Semua pemain sudah siap untuk melaksanakan warm up, disini mulai terlihat wajah-wajah garang para pemain, sebagai mana seperti seekor macan yang ingin menerkam lawan. Terkadang ada satu, atau dua pemain yang mengaung bagaikan macan yang sedang kelaparan, tetapi biasanya pemain itu sedang menghilangkan rasa nervous yang menyelimuti dirinya.

Tim di pimpin captain Ismed Sofyan untuk memasuki lapangan, dan memberi penghormatan kepada para seluruh penonton yang datang ke GBLA. Ketika kaki saya menginjak rumput lapangan, adrenalin saya semakin meninggi disaat itu juga semua penyakit yang saya derita sebelum pertandingan hilang seketika. Suasana stadion membangkitkan semangat saya, yang pada akhirnya melupakan segalanya, yang ada di pikiran saya ketika itu hanya "do the best for victory",tidak ada pikiran lain yang terlintas di kepala ketika itu.

18.30 kickoff pertandingan dimulai, tetapi sebelum memulai pertandingan saya selalu melakukan ritual yang hampir disetiap pertandingan tidak pernah terlewatkan. Membuat garis lurus tepat di kotak pinalty, berjalan perlahan seakan menghitung langkah menuju box goal area membuat garis lurus sama seperti di kotak pinalty, perlahan berjalan menuju garis gawang, dan membuat hal yang sama seperti dua sebelumnya. Tidak sampai disitu, saya menuju tiang kanan, dan tiang kiri. Di akhir saya berada di tengah gawang dan berdoa kepada yang maha Esa.

Pertandingan dimulai. Tempo pertandingan sangat cepat sejak ditiupnya peluit oleh sang pengadil, serangan silih berganti. Pada menit 14 Persib Bandung memimpin jalannya laga, tetapi hanya berselang 4 menit, tendangan keras dari Ramdani berhasil menyamakan kedudukan. Score 1-1 tidak berubah sampai akhir laga.

Pada pertandingan tersebut beberapa kali ada gesekan antar pemain, tetapi gesekan tersebut masih dalam batas yang wajar. Memang pertandingan besar selalu ada pride tersendiri untuk memenangkan pertandingan, apa lagi di laga antara Persib dengan Persija, hampir bisa dipastikan akan timbul persoalan.

Pada di akhir pertandingan ada perselisihan antar pemain, yang membuat para penonton terprovokasi. Pada saat itu akhirnya lemparan botol mineral, dan lemparan fler terjadi, tetapi para anggota kepolisian cepat mengevakuasi pemain Persija, dan tidak hanya kepolisian beberapa pemain Persib juga ikut membantu menjaga kami. Saya, Bepe, Ambrizal Umanailo, dan Rohit Chan adalah pemain Persija yang terakhir masuk ke ruang ganti. Dan insiden saat itu tidak separah seperti yang ada di media, buktinya kami sebagai pemain masih bisa menikmati perjalanan pulang ke Jakarta dengan happy, dan tidak ada masalah.

Sekalipun ada masalah tentu kami akan lupa, karena kami baru saja berhasil memadamkan kobaran api di Gelora Bandung Lautan Api dengan 10 prajurit yang tangguh.

                                                        Tamat….

Selasa, 20 Juni 2017

"Pemain Terbaik Opooo Iki!!!"

Sriwijaya fc klub professional pertama saya di sepak bola. Klub yang bermarkas di provinsi Sumatra Selatan, atau lebih tepatnya di kota Palembang. Sriwijaya fc yang awalnya adalah Persijatim Solo, dan pada tahun 2004 berubah menjadi Sriwijaya fc. Di artikel ini saya tidak akan menceritakan tentang berdirinya tim kebanggaan masyarakat Sumatra Selatan, tetapi saya akan mengupas tentang ke datangan saya ke kota pempek.

2007 pelajar Asia di Zhuhai Thiongkok, saat itu diluar dugaan tim Nasional pelajar Indonesia melaju ke babak final, dengan setatus tim underdog. Indonesia ditantang Korea Selatan, yang notabene salah satu negara favorite juara di tournament tersebut. Sebelum dipertemukan di partai puncak, kedua negara tersebut sudah pernah bertanding di babak penyisihan group. Saat pertemuan pertama Indonesia menang dengan skor 1-2, tidak kita menyangka akan bertemu untuk yang kedua kalinya di partai pamungkas.

Ketika di pertandingan final harapan Indonesia untuk menjadi juara harus kandas di menit 84", melalui free kick pemain negri Gingseng yang harus memaksa merubah papan skor menjadi 2-1, dan skor tidak berubah sampai akhir pertandingan.

Pertandingan selesai, terlihat semua pemain tidak merasa puas dengan hasil yang ada saat itu. Ketika semua berkumpul di dalam benc, seketika salah satu LO menghampiri saya, dan mengatakan "You have to take a position there, because you were chosen to be the best goalkeeper". Sontak ketika itu saya terkejut, terkejut karena tidak mengerti apa yang dia katakan. Hahaha
Ketika itu juga saya ambil posisi di samping stage, walau sedikit tidak percaya, tetapi membuat diri saya bangga atas prestasi tersebut.

2008 saat itu saya masi duduk di bangku SMU. Suatu pagi, seperti biasa sebelum berangkat ke sekolah, saya menyenpatkan diri untuk membeli koran olah raga. Sejak dahulu saya mengikuti perkembangan sepak bola Indonesia, saat itu, isi berita dari koran Bola halaman 13, di kolam kiri bawah ada berita tentang Sriwijaya fc. Yang membutuhkan pemain dengan posisi penjaga gawang, dengan alasan ketiga penjaga gawang harus menepi karena dilanda cidera. Ketika itu Ferry Routinsulu mengalami cidera lutut, Dede Sulaiman cidera engkel, Apriyanto cidera patah kaki saat liga champion Asia, dan di pastikan tiga penjaga gawang tersebut tidak bisa dimainkan untuk beberapa pertandingan.

Di hari itu juga saya mendapat panggilan untuk mengadu nasib di kota Palembang, dengan setatus goalkeeper terbaik Asia bukan berarti saya bisa langsung tanda tangan kontrak bersama Laskar Wong Kito. Ketika itu saya diberi waktu 3 hari untuk mengikuti seleksi, dan saya tidak sendiri ada Nurosid penjaga gawang yang sudah senior, saat itu beliau berusia 33 tahun, sedangkan usia saya, KTP saja belum punya.

Singkat cerita, saya pulang ke Jakarta setelah seleksi selama tiga hari, berselang dua hari saya landing di Jakarta, dan sudah tidak berharap banyak dengan Sriwijaya fc karena tidak ada kabar. Tidak di sangka saat itu juga saya mendapatkan telpon dari Pak Baryadi yang saat itu menjabat sebagai manager tim Sriwijaya fc. Berselang satu hari kemudian saya menandatangankan kontrak dengan Sriwijaya fc di asrama diklat Ragunan. Kontrak yang berdurasi 4 bulan tersebut, memastika Sriwijaya fc menjadi klub pertama saya di liga professional.

Saya harus menunggu lima hari untuk latihan bersama tim, karena tim saat itu masih melakoni pertandingan liga champion Asia di Jepang melawan Gamba Osaka.

Setelah lima hari saya menunggu, dan sudah tidak sabar lagi ingin berlatih bersama pemain-pemain top Sriwijaya, seperti Kayamba Gums, Zah Rahan, Muhammad Nasuha, Selamet Riyadi, Charis Yulianto, Alamsyah Nasution, Christian Warobay, Isnan Ali, dan banyak lagi bintang-bintang Sriwijaya fc. Tidak lupa juga ada pelatih kharismatik Rahmad Darnawan yang membawa Sriwijaya fc mendapat doubble winner.

Hari pertama latihan berjalan mulus, tetapi di hari kedua saya mendapatkan masalah, saya tidak bisa mengikuti metode latihan kordinasi tangga, dan sontak ketika itu juga menjadi bahan tertawa para senior-senior, saya menjadi malu, dan membuat tidak percaya diri.

Karena saya tidak ingin hal tersebut terulang, saya berlatih di dalam kamar tidur yang kebetulan saat itu saya mendapat kamar sendiri. Dengan menggunakan lantai sebagai alat, saya terus berlatih sampai lancar. Pada akhirnya saya tidak lagi menjadi bahan lelucon saat latihan kordinasi. Berhasil!!!

Suatu hari Gelora Jakabaring diguyur hujan, latihan terus berjalan. Metode latihan saat itu game internal setengah lapang, dan hari itu gawang saya di bobol beberapa kali. Dan ketika itu ada salah satu pemain, yang mungkin kecewa dengan penampilan saya saat itu, dan ia mengeluarkan kata-kata "pemain terbaik opo iki" dengan nada yang sedikit tinggi. Seketika saya kaget mendengar kata itu. Seandainya ditanya bagai mana perasaan saya saat itu, tidak bisa lagi saya ungkapkan dengan kata-kata.

Saat itu saya hanya bisa menahan gejolak emosi di dalam diri, dan sampai akhirnya berpikir, kata-kata itu menjadi cambuk motivasi untuk keberhasilan saya. Mungkin kalau tidak ada kata-kata "pemain terbaik opo iki" saya tidak akan seperti sekarang.

Seperti yang saya katakan di account YouTube Valentino Simanjutak, "Saat kita gagal, saat kita di remehkan, jadikan itu sebuah motivasi, dan cambuk kesuksesan".

                                                      Tamat....